Rss Feed

Malaikat Kecil


Untuk kawan yang tengah berduka, yang terluka tapi tetap menegakkan kepala, yang pasrah tapi tetap merasa tiada berhak untuk menggugat Yang Kuasa, yang kedua malaikat kecilnya telah terbang ke surga dan menjaga para keluarga..

Semoga simpati tak seberapa kami akan mengantar restu jiwa, semoga belasungkawa tak terkata ini bisa memberi sedikit kekuatan untuk menjaga, semoga meski alpa kami disana, meski hanya bisa mengirim kata-kata, tak kurang jua kami mengirim doa, agar terpetik sebuah hikmah, untuk kedua malaikat kecil agar tenang di atas sana...


*untuk mas Putut, istri tercinta, dan kedua malaikat kecilnya.

Balada Gadis Insom














Hai angin yang membelai malam, 
Nyanyikan aku nina bobo dunia, giring diriku pada kantuk mata, padamkan bara, tiupkan mimpi indah, agar terlelap raga..

Hai bulan setengah penuh, 
Temani aku bersyukur akan hari ini. Untuk tiap hembus nafas. Untuk tiap jejak langkah. Untuk tiap tapak yang memberi pelajaran berharga. Untuk tiap gelak tawa. Untuk tiap tetes air mata yang memberi hikmah. Untuk tiap kasih sayang dari dunia. Untuk tiap kebencian yang memberi warna..

Hai bintang angkasa, 
Sampaikan doaku untuk kedua orang tua yang tak henti merestu. Untuk adik-adik kecil agar diberkahi ilmu. Untuk kekasih yang mencinta tak kenal waktu. Untuk kawan yang setia disampingku. Untuk para guru. Untuk semua orang tersayang dalam hidupku..

Hai tembang malam, 
Bantu aku mengenyahkan semua keresahan. Akan beban pekerjaan. Akan segala pertengkaran. Akan problem tak terselesaikan. Akan kata yang menyakitkan. Akan jiwa yang mendendam. Akan batin yang kelelahan..

Hai malam panjang, 
Nyanyikan aku nina bobo dunia, giring diriku pada kantuk mata, padamkan bara, tiupkan mimpi indah, agar terlelap jiwa..




*Dear God, please heal this insomnia...

Tentang Penulis


Akhir-akhir ini, aku rindu menulis lagi. I mean, menulis serius atau menulis karya tulis atau karya ilmiah, yang dulu rutin dilakukan semasa kuliah. Meskipun dulu menulis dengan iming-iming uang (mostly, tapi tidak semua, hohoho), tapi setidaknya masih bisa produktif dan me-maintain hasrat menulis. Waktu tak sengaja beres-beres laptop, kubaca lagi paper-paper tersebut dan ternyata,, damn I was good at it! :). Ini mungkin yang paling membanggakan: http://us.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/08/tgl/26/time/014425/idnews/821653/idkanal/10

Sepertinya sejak aku kerja (yang berarti hampir genap 3 tahun), tak satupun karya tulis yang kuhasilkan alias nihil T__T. Benar-benar mati suri. Kalau boleh beralasan, tentu rutinitas kerjalah yang akan kujadikan tameng. Tapi tentu alasan ini akan dengan mudah dipatahkan oleh pertanyaan: Kalau begitu kenapa Anda masih punya cukup waktu untuk bermain game hampir 2 jam setiap harinya? Hahahaha.. (miris).

Sebenarnya kalau dilihat-lihat lagi, aku tak sepenuhnya gantung pena (Terpikir apakah ungkapan ini masih tepat? Secara menulis jaman sekarang tak lagi pakai pena. Ataukah gantung laptop? Kenapa harus digantung? Crap, gak penting!). Aku masih menulis sesekali, tapi tulisan yang jauh dari ilmiah. Akhir-akhir ini aku lebih sering menulis curahan hati atau lirik lagu. Mellow sekali. Dan aku tak tahu kenapa. Apakah karena faktor umur? Hahaha.

Mungkin karena aku ini penulis faktual. Tipe penulis yang sangat mengagungkan realita. Apa yang kurasakan itulah yang kutulis. Apa yang kuhadapi, itulah yang kutulis. Sebab itu jugalah, aku tak pernah bisa menulis cerita fiksi, cerpen sependek apapun. Tapi ingin rasanya kembali terjun ke dunia tulis menulis yang scientific. Menemukan masalah, mencari akarnya, mengumpulkan data, menganalisa, dan memecahkan masalah. Ohhh, betapa sebagian diriku menemukan kecintaan mendalam pada hal tersebut, meskipun sebagian lainnya sering mencari justifikasi untuk melupakannya...

Masterpiece of Pram


Dari jutaan buku yang telah kubaca seumur hidupku, banyak yang meninggalkan jejak yang membekas dalam. Beberapa meninggalkan mimpi. Beberapa meninggalkan suri tauladan. Beberapa meninggalkan hikmah tiada tara. Beberapa meninggalkan imaji yang bertualang di ranah tak terbayang. Beberapa hanya meninggalkan kesenangan. Tapi tak ada yang meninggalkan semuanya sekaligus, seperti yang kudapat di buku-buku Pramoedya Ananta Toer.

Ia hanya buku tua yang kubaca setengah-setengah dari zaman kuliah, hanya buku untuk menemani saat berjamban. Kini setelah ada cukup waktu untuk mengolah kata dan kalimatnya yang berkosakata jaman baheula dan bersusun begitu rumitnya, pahamlah aku akan betapa indah isi dan tinggi nilai buku ini. Tak lagi heran mengapa begitu tinggi frekuensi ia dibahas di forum humanitas, begitu banyak penghargaan yang didapat dari seantero negeri. Ia menawarkan tak hanya kisah anak manusia, tapi juga idealisme yang tidak biasa. Beberapa kalimat pendeknya bahkan terus terngiang di kepala sampai sekarang.

Dari semuanya yang paling berkesan mungkin adalah kalimatnya bahwa seorang terpelajar haruslah bersikap adil sejak dari pikiran. Kata-kata ini begitu dalamnya hingga membuat aku terhenyak di titik jeda kalimat itu. Terhenyak dan membenarkan, mengiyakan dalam-dalam. Tak pernah aku berpikir sejauh itu, meresapi makna pendidikan sedalam itu. Dan kiranya sudah sepantasnya aku dan mungkin kita semua, malu akan anjuran tersebut. Sudahkah aku, sudahkah kamu, sudahkah kita menghormati ilmu yang kita punya dengan menerapkannya, tidak hanya lewat berbuat, tapi juga berpikir? Kita yang diberi kesempatan menimba ilmu, memperoleh ilmu pengetahuan, dan setelah tahu kita yang baik dan yang salah, masih jua berbuat tak adil?

Pram, oh Pram,, menyesal aku tak mendalami karyamu sedari dulu. Jika saja semua idealisme indah tentang ilmu pengetahuan ini kubaca semenjak duduk di bangku kuliah, mungkin aku akan menghayati setiap detik yang kutempuh untuk belajar. Mungkin aku tak akan sempat bermalas-malasan dan menganggap belajar hanya rutinitas harian yang semestinya dijalankan.

Dan teruntuk pak Pram yang sudah menutup kisah, terima kasih sudah kau dedikasikan hidupmu untuk berkarya, berkarya yang bukan sembarang karya. Ia mahakarya yang berjaya bukan karena keindahan bahasa semata, tapi karena kedalaman isinya yang menampar realita. Semoga ia selalu menggugah..