Rss Feed

Derita Wanita

Semenjak sakit menstruasi saya semakin menjadi-jadi dari hari ke hari, saya tahu ada yang tidak beres. Hanya saya tak tahu apa. Bila sedang banyak-banyaknya, saya benar-benar tidak berdaya, kesakitan dan meringkuk, dan ini jelas-jelas mengganggu pekerjaan, khususnya bila sedang harus berada di lapangan.

Itulah sebabnya, demi mencari ketenangan, saya khususkan mengambil hari cuti ke Bandung dan Jakarta untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan. Saya coba riset dan mendapatkan rekomendasi rumah sakit dan dokter terbaik ibukota.

Kunjungan pertama saya adalah ke RS M di Bandung yang konon rumah sakit ibu dan anak terbaik di sini, tentunya dengan ongkos paling mahal. Dokternya seorang wanita chinese, masih muda sekitar 30-an, berbicara cepat dan nampak terburu-buru, hanya menggunakan legging dan terus membentak-bentak asistennya di depan para pasien. Setelah USG singkat, tanpa tedeng aling-aling beliau memvonis saya menderita endometriosis (adalah: jaringan yang semestinya terletak di dalam (endo) rahim (metrium), tumbuh di tempat lain seperti pada lapisan otot rahim, luar rahim, saluran telur, ovarium, usus, kulit, dll. Jaringan yang terletak di luar tempat yang semestinya tersebut, tetap berfungsi dan berkembang sesuai fluktuasi hormonal dari siklus haid. Hal inilah yang menyebabkan rasa nyeri yang hebat saat haid, dan jumlah darah menstruasi lebih dari biasanya. http://www.tanyadokteranda.com/artikel/2007/06/wanita-dan-endometriosis)



Saya yang lugu dan katrok ini kontan bertanya, apa itu endometriosis. Jawaban beliau hanya menunjukkan sebuah gambar di meja. Katanya, ini gambar posisi sel telur yang benar, punya kamu gak disini. Dengan masih terbingung-bingung, saya tanya lagi, jadi saya harus apa? Dia bilang dengan sedikit ketus, kalau mau sembuh ya operasi, tapi 20 juta, sanggup? DAMN,,, saya langsung meninggalkan ruangan tanpa menengok ke belakang bahkan untuk bilang terima kasih.

Honestly, batin saya sebagai seorang pasien terluka. Satu, beliau tidak menunjukkan respek kepada pasiennya, dengan caranya berbusana yang tidak proper, dan dengan caranya membentak asistennya sehingga membuat pasiennya tak enak hati. Dua, beliau bahkan tidak menunjukkan simpati pada derita pasiennya, I guess she just didn’t care. Tiga, beliau sungguh tak memberikan penjelasan yang cukup yang dibutuhkan pasiennya. Dan yang keempat, beliau terlalu money-oriented, dalam kadar yang sudah akut, dan tidak malu menunjukkan pada pasiennya. Shame on her..

Tak puas dengan konsultasi pertama, saya ke RS T, masih di Bandung, sebuah rumah sakit ibu dan anak yang sudah tua, sederhana, tapi sudah memiliki nama besar di sini. Jangan samakan gedungnya dengan RS M yang mewah dan bertingkat. Saya bertemu seorang ibu yang sudah tua, bicara dengan sangat pelan dan ngemong, and I felt like talking with my mom. Setelah USG (yang tidak terburu-buru), beliau mendiagnosa saya memiliki kemungkinan endometriosis bila melihat dari gejalanya, tapi beliau berkata terus terang bahwa beliau tidak bisa melihatnya di USG. Saya diminta untuk tes darah untuk memastikan, dan ternyata hasilnya positif. Beliau tidak merekomendasikan saya melakukan apa-apa, hanya meminta saya untuk minum obat yang diresepkan yang semoga dapat mengurangi gejala sakitnya. Oke, dokter ini jelas lebih baik dari dokter sebelumnya, tapi honestly, saya belum puas.

Penjelajahan saya mencari dokter kandungan yang dapat diandalkan akhirnya berakhir di Jakarta, di RS daerah Menteng. Dokter ini rekomendasi dari seorang kawan yang istrinya langganan berkonsultasi di sana. Sebenarnya spesialisasinya adalah dalam hal fertilitas, tapi katanya beliau benar-benar dokter yang menenangkan hati, so there I go, with last hopes. Beliau seorang pria umur 40-an, nampak pandai dan bijak, mendengarkan semua keluhan dengan tenang, dan mencatatnya. And thank God, inilah dokter yang saya cari-cari dari awal.

Konsultasi ini berjalan sangat lama, nyaris setengah jam, tapi semua pertanyaan saya terjawab dengan memuaskan. Dengan kecermatan tingkat tinggi, beliau menunjukkan hasil USG bahwa saya memang menderita endometriosis, tepatnya sepanjang 4cm dan berlokasi di usus besar. Itulah sebabnya menstruasi sangat menyiksa karena darah yang keluar sangat banyak, dan bila buang air besar perut seperti melilit dan sakit luar biasa.

Beliau lalu memberikan beberapa alternatif penyembuhan. Yang pertama adalah dengan kehamilan, yang secara natural akan menggugurkan sel telur abnormalnya, meskipun endometrium ini justru membuat persentase fertilitas saya menurun drastis. Kedua dengan laparoskopi, semacam operasi kecil untuk menguret sel telur di lokasi yang abnormal, yang tidak beliau rekomendasikan. Ketiga dengan hamil buatan, yaitu dengan suntikan di perut yang akan menghentikan menstruasi selama 3 bulan sehingga diharapkan sel telur abnormal akan gugur sendirinya, hanya efek sampingnya akan mengalami gejala menopause seperti wajah panas, flushing, pusing, muntah, dll. Meskipun pada akhirnya saya tidak dapat menentukan treatment apa yang akan saya pilih, saya benar-benar puas dengan semua penjelasan dan alternatif yang diberikan.



Selang 9 bulan setelah berkonsultasi, saya masih saja belum mengambil keputusan untuk treatment yang akan saya jalani. Saya masih menderita setiap bulannya. Tanggal menstruasi masih seperti neraka bagi saya. Dan yang paling menyedihkan, saya banyak melewatkan momen-momen penting karena sakit menstruasi yang tak tertahankan.

Yang pertama saya melewatkan pendakian ke Cartenz, Jayawijaya. Berbulan-bulan lamanya persiapan dilakukan, latihan fisik dengan jalan dan mendaki sejauh 4 mil setiap minggu, sampai persiapan pakaian dan equipment pendakian yang pinjam sana-sini. Sempat merasa sangat excited, sampai malamnya tamu bulanan itu datang. Saya terkapar dan memutuskan untuk tidak berangkat, daripada pada akhirnya malah menyusahkan rekan-rekan sependakian.

Baru-baru ini hal yang sama terulang lagi. Dua minggu lamanya saya mempersiapkan diri untuk turnamen wall climbing. Tepat pada hari-H, rasa sakit itu menyiksa hingga nyaris semaput dan tak bisa kemana-mana.

...

Saya tak bisa begini terus. Saya tak bisa terus melewatkan momen penting hanya karena PMS. Mungkin sudah waktunya untuk memikirkan lagi alternatif penyembuhan yang pernah ditawarkan. Derita wanita, ohh sedihnya…