Rss Feed

Trans Studio Makassar (Karena Ia Lebih dari Sekedar Wahana)



Dulu, waktu masih kecil, saya paling senang jika bapak mengajak kami, saya dan sang adik yang terpaut 2 tahun – untuk jalan-jalan sore. Maka sedari siang kami pun mendadak rajin mandi, bersisir yang klimis, tak lupa tentunya pakai baju kembaran yang paling necis.

Padahal kami sebenarnya tak kemana-mana. Kampung kami tak mengenal kata mall atau pusat perbelanjaan. Sesungguhnya kami hanya ke taman kota dan makan bakso di warung langganan. Selebihnya, kami hanya duduk-duduk dan menikmati keramaian.

Ya, duduk-duduk di taman dan melihat orang yang berlalu-lalang memang sudah cukup membuat kami bahagia. Entah kenapa, sensasi berada di sebuah ruang yang sama dengan sedemikian banyak orang yang entah dari mana – terasa menghangatkan jiwa. Ada seuntai perasaan terhubung yang tak kasat mata, yang susah dijelaskan dengan kata-kata. Pokoknya rasanya bahagia, itu saja.

Perasaan ini terbawa hingga saya dewasa. Lebaran dan hari raya adalah momen yang selalu saya nantikan karena saat itu rumah akan dipenuhi sanak keluarga yang datang berkunjung. Saat kuliah, saya memilih untuk menyewa kamar kos bersama seorang roommate. Saya gemar ke bioskop dan karaoke bersama teman-teman di akhir minggu. Keramaian itu buat saya, menyenangkan.

Sekitar setengah tahun yang lalu, saya dan keluarga besar – bapak, ibu, saya, dan 3 adik – kebetulan berlibur ke Makassar dan berkesempatan untuk berkunjung ke Trans Studio Makassar. Antrian panjang di loket karcis tak menyurutkan niat kami untuk bersenang-senang, dan sebaliknya justru kami manfaatkan untuk bermain tebak-tebakan.

Semua wahana yang ada tentu saja kami coba.

Saya dan adik-adik menjerit histeris saat diayun dengan sadis di wahana Giant Swing. Tapi meski demikian, kami bahkan ikut antrian lagi saking senangnya. Di wahana Dunia Lain, kami mengompori sang adik yang penakut, dan sukses membuatnya menangis hingga kami harus rela dijewer bapak dan ibu. Kami tergila-gila pada Dragon's Tower yang super keren, sampai harus diusir petugas karena tak mau turun. Kami menikmati nostalgia masa kecil dengan bermain Bumper Car dan tertawa girang sekali hingga nyaris menangis. Suasana antrian wahana yang bagi sebagian orang membosankan justru dimanfaatkan dengan lihainya oleh adik lelaki saya, untuk berkenalan dengan gadis-gadis unyu. Bisa aja!

Bapak dan ibu tentu saja sudah tak berminat lagi mencoba wahana yang memompa adrenalin, tapi mereka sangat menikmati menonton atraksi teater musikal dan film di bioskop 4 dimensi. Selebihnya, ketika anak-anaknya berlarian entah kemana, mereka lalu jalan-jalan berdua, melihat-lihat hiruk pikuk manusia, sementara tangan ibu erat menggandeng bapak, seperti dunia hanya milik berdua. Kami sampai iri dibuatnya, hahaha.

Setelah suara habis karena berteriak-teriak, tentu saja kami tak melewatkan acara makan bersama dengan beraneka menu kedai di Trans Studio yang menggugah selera. Seperti biasa, saya akan mengoper semua sayur di piring kepada adik-adik, dan sebagai balasnya saya dapat jatah bawang gorengnya. Ibu akan selalu jadi sosok yang mengingatkan kami supaya tak kelewat semangat cerita saat masih mengunyah, sementara bapak akan selalu makan dengan anteng dan setia dengan air putih hangatnya.

Dan demikianlah Trans Studio telah menjadi bagian dari akhir pekan kami yang berkualitas. Saat mata terkantuk-kantuk di mobil dalam perjalanan pulang, saya baru menyadari bahwa sudah cukup lama keluarga kami tidak hang-out bersama dan tertawa-tawa lepas seperti hari itu. Trans Studio rupanya, secara ajaib dan tak disangka-sangka telah mengeratkan kembali kebersamaan keluarga kami.

Aku menengok adik lelakiku yang tengah menyetir. Lihat kini betapa akrab guyonnya dengan bapak setelah baru saja tadi pagi mereka cekcok hebat. Lihat bapak dan ibu akhirnya bisa kencan berdua saja setelah setiap hari disibukkan dengan tetek-bengek rumah tangga. Lihat saya dan adik-adik yang kini jarang bertemu karena kuliah di luar kota, kini bisa menghabiskan waktu dengan sorak kegirangan persis anak kecil, just like the old times.

Sungguh buat saya, Trans Studio bukan hanya sekedar aneka wahana. Jauh di atas itu, ada rasa keterhubungan yang ditawarkan dengan bersahaja, tersembunyi samar-samar dalam megah aneka atraksi dan hiburan, kios oleh-oleh di pojokan, bangku di kiri-kanan jalan, dan sayup-sayup ramai tawa di kejauhan. 

Dan tiba-tiba, saya tersenyum dan merasa hangat.