Rss Feed

Rasa Keadilan - Freeport case

  
Disclaimer:

Sejak Juli 2009, telah terjadi penembakan misterius terhadap karyawan Freeport Indonesia. Semenjak itu, jalan utama yang menghubungkan Highland, Tembagapura dan Lowland, Timika – ditutup dan tambahan personel keamanan dikerahkan.  
6 Agustus 2011, sejumlah karyawan yang mengatasnamakan serikat pekerja berunjukrasa dan melakukan mogok kerja dengan tuntutan menaikkan upah karyawan, atas dasar keadilan dengan site Freeport lainnya di dunia. Karyawan ini merasa tidak ada keadilan karena sebagai site Freeport yang paling besar, paling menguntungkan, dan medan kerjanya paling berbahaya, mereka justru menerima upah paling sedikit. Para pekerja akhirnya terbagi menjadi 2 kubu: yang mogok atau pro serikat dan yang terus bekerja atau pro manajemen. 
Mogok kerja ini terus berlangsung hingga saat ini, dan dalam perjalanannya juga turut merenggut total 11 nyawa dan 41 cidera, baik saat bentrok dengan petugas keamanan maupun mereka yang ditembak secara misterius. Para karyawan yang masih terus bekerja kini dihinggapi rasa takut. Komisi IX DPR yang mengurusi ketenagakerjaan lalu melakukan kunjungan ke Papua dan menggelar temu bicara dengan ketiga pihak: serikat pekerja, masyarakat Tembagapura, dan management Freeport Indonesia. 

Tuntutan Pekerja Freeport -taken from detik.com

Merinding. Cuma satu kata itu yang pantas menggambarkan yang saya rasakan saat menghadiri pertemuan tersebut. Betapa temu bicara itu telah menjadi arena menumpahkan segala uneg-uneg, menyuarakan ketakutan yang pekerja dan keluarganya yang tinggal di site rasakan. Dan ketakutan itu telah menjadi begitu akutnya, hingga yang keluar bukan lagi sekedar tuntutan dan permohonan, tapi telah menjadi kemarahan. Lelah atas situasi yang tak kunjung membaik, frustasi karena ketidakpedulian pemerintah.

Dan mereka yang sudah diliputi sinisme ini tak lagi bisa mengontrol kata-katanya. Aku mencatat beberapa komentar yang begitu ajaib dan begitu membekas. Pekerja tambang yang tangguh berbicara tanpa tedeng aling-aling, dengan suara menggelegar mempertanyakan pajak yang dipotong begitu besarnya dari penghasilan mereka, yang tak menghasilkan apa-apa, pun jaminan keselamatan mereka sendiri. Para ibu yang sentimentil, berkisah dengan dramatis, sebagian sambil berpuisi, sebagian bahkan sampai meneteskan air mata, bercerita bagaimana was-wasnya mereka setiap hari menanti para suami pulang, bagaimana ngerinya membayangkan kelangkaan supply makanan karena container yang terus dibakar. Putra daerah asli Papua, yang dengan tajamnya mempertanyakan kedatangan para anggota komisi itu, yang disebut hanya omong kosong dan tak pernah menyelesaikan masalah.

Tanggapan DPR yang hanya berkisar pada akan membawa masalah ini lebih lanjut ke komisi III DPR yang mengurus masalah keamanan, hanya membuat suasana lebih keruh. Beberapa mempertanyakan, mengapa kasus penembakan sejak 2009 tak kunjung juga dikuak. Densus 88 yang di TV nampak seperti pahlawan-pahlawan penumpas kejahatan dan penangkap teroris jitu itu, nyatanya hanya mondar-mandir tanpa hasil di sini. Yang lain berkomentar tentang DPR yang baru datang setelah sekian nyawa hilang. Tapi komentar favorit saya adalah dari seorang pekerja maintenance yang berkata bahwa kami tak perlu semua retorika dan keindahan tutur kata para anggota komisi ini, betapa jawaban mereka akan meneruskan masalah ini ke presiden, sungguh tak lebih bijaksana dibanding tukang ojek. Juara!

Dari pengamatan saya, pekerja dan kalangan keluarga dan komunitas yang hadir sore itu, sebagian besar mendukung manajemen. Mereka juga mengemukakan bahwa jumlah pekerja yang mogok dan yang terus bekerja adalah 4ribu banding 18ribu karyawan, sehingga jelas siapa yang harusnya dipentingkan dalam kasus ini. Dan bahwa pemberitaan media telah menganakemaskan pihak serikat, dan menjatuhkan perusahaan yang sebenarnya sudah sangat beritikad baik.



Aksi Unjuk Rasa dengan Konvoy ke Lowland -taken from halo nusantara
 
Hingga terjadilah satu hal yang sangat saya sesalkan. Seorang ibu yang di akhir acara tetap ngotot ingin berbicara mengungkapkan, bahwa ia adalah istri seorang pekerja serikat yang ikut dalam pemogokan. Beliau menggarisbawahi bahwa, terlepas dari jumlah pemogok yang lebih sedikit, bukan berarti bahwa hak mereka bisa diabaikan. Bahwa bila dikatakan banyak pemogok yang mengintimidasi mereka yang ingin bekerja, banyak pula pihak manajemen yang melakukan intimidasi terhadap para pemogok. Seketika, sang ibu ini nampak menjadi pihak oportunis yang dimusuhi semua peserta acara, diejek, dan di-huuuuuuu.

Dan demikianlah yang selalu saya khawatirkan. Saat rasa ketakutan yang demikian besar itu akhirnya membuat mereka menyalahkan apa yang bisa disalahkan. Berpikir pendek dan merasa karena mereka mayoritas, berarti merekalah yang harus diprioritaskan. Seketika menghakimi bahwa kaum serikatlah biang keladi dari semua rentetan malapetaka ini. Saya sepakat untuk mengusut tuntas akar dari semua permasalahan ini, menangkap dan menindak mereka yang memang terbukti melakukan penyelewengan dan kekerasan. Tapi saya sama sekali tidak sepakat untuk langsung menyalahkan serikat sebagai pihak yang bertanggung jawab di sini.

Heyy, tiap orang punya rasa keadilan yang berbeda-beda. Yang tak bisa kita samakan, juga dipaksakan. Dan rasa keadilan itu tak ada hubungannya dengan jumlah, maka mari jangan bermain dengan angka-angka. Oleh sebab itu, selain atas dasar ketuhanan, tak ada rasa keadilan yang sifatnya absolute; yang mungkin hanyalah mengkompromikan rasa keadilan dari pihak yang bertentangan. Tapi yang pasti, setiap orang berhak memperjuangkan nilai keadilan mereka.

Mungkin bagi mereka yang tidak turut merasakan keadaan disini tak akan mampu betul-betul berempati, maka mari kita analogikan secara lebih ringan. Coba bayangkan sebuah keluarga dengan dua anak, dimana si sulung diberikan uang jajan yang lebih banyak dari si bungsu. Perhatikan rasa keadilan yang dimiliki keduanya. Jika anda jadi si sulung, mungkin anda merasa keadilan sudah terpenuhi di situ, dengan alasan anda tentu butuh lebih banyak uang untuk kebutuhan lain dibanding adik anda. Tapi kalau anda jadi si bungsu, apakah anda masih merasa rasa keadilan terpenuhi di situ? Anda pasti berpikir bahwa orangtua anda telah berlaku tidak adil karena membeda-bedakan perlakuan mereka dengan sang kakak. See? Rasa keadilan ini adalah menyangkut objektivitas personal, mustahil membuatnya sama rata.

Dan tahukah anda, bahwa manajemen menyediakan insentif 200ribu hingga 1 juta perhari untuk mereka yang tetap bekerja dan membantu produksi selama mogok berlangsung? Jika para anggota serikat ini sampai melewatkan kesempatan untuk memperoleh upah 1jt perhari, maka tentulah apa yang tengah mereka perjuangkan itu begitu pentingnya bagi mereka, jauh lebih penting melebihi pundit-pundi itu. Mari kita berandai-andai lagi. Kalau misalnya perjuangan mereka dalam menuntut kenaikan upah itu suatu saat terkabulkan, apakah kita yang pro manajemen ini akan dengan tegas menolaknya? Atau tanpa banyak bicara justru ikut menikmatinya?

Saya rasa, masing-masing kita tidak berhak menghakimi satu sama lain. Biarlah kita mencari dan membela keyakinan atas rasa keadilan masing-masing. Yang seharusnya kita perjuangkan, adalah menciptakan situasi yang kondusif untuk proses kompromi itu. Kebenaran hakiki mungkin mustahil diperlihatkan, tapi pasti bisa diusahakan. Pelaku penembakan, pembakaran, tindak anarkis, dan provokasi, itulah yang harus diciduk. Mereka yang berjuang dengan nurani dan kepercayaan masing-masing, mari kita hargai sebagai saudara kita yang tengah tergugat rasa keadilannya, tidak lebih dari itu. 
    

Demo Buruh Freeport -taken from monitor indonesia

Dan well, hingga mulut berbusa dan sindiran-sindiran tak kunjung henti, toh semuanya hanya sampai di situ saja. Satu-persatu kami meninggalkan community hall hanya dengan kelegaan telah menceritakan, dan bukannya ketenangan karena masalah terselesaikan. Akankah semua yang kami curahkan ditindaklanjuti, atau hanya menjadi sebuah acara kunjungan tak berbekas, let’s see…

 
  

4 comments:

Anonymous said...

take care, va,,

semoga situasi di sana segera membaik yaa dan semoga kemarahan semua pihak dapat mereda. solusi terbaik tidak mungkin bisa diperoleh tanpa hati jernih dan kepala dingin,,

eve said...

Thanks ekaaa..
Iya, masalahnya sekarang persoalannya sudah menjalar kemana-mana, makin jauh dari inti masalah sebenarnya. Susah jadinya kalau sudah jadi lahan panas banyak kepentingan begini...

dungdangdung said...

lo dah dapet berapa juta Va dari masuk kerja terus? :p

wah gw ga tau deh kasusnya seperti apa sekarang. inti masalahnya di permohonan kenaikan upah pekerja? kenapa ada penembakan? apa penembakan itu terjadi karena kasus ini atau kasus laen (mungkin seperti ketidakpuasan orang lokal?)?

eve said...

Ahahaha, gak seberapalah kak :)

Yah, kalau ngikutin beritanya di TV juga pasti tau kalau ini masalahnya udah merembet kemana2. Saya jg yakin semua pihak cuma sedang membela kepentingannya masing2, cuma itupun dalam perjalanannya banyak mengalami penyimpangan. Akhirnya makin jadi benang kusut, makin complicated, makin ribet.

Sayangnya, yang bener2 disayangkan, ya pemerintah yang kayak tutup mata itu. Katanya obyek vital negara, tapi dicuekin. Peresmian tugu presiden bela2in dateng, disini hampir gak kehitung yang meninggal tetep aja gak ditengok. Huhuhu...