Tepat 3 hari setelah resign, saya langsung
terbang menuju Jakarta, bertemu dengan 50 sahabat yang datang dari seluruh
penjuru negeri, dengan visi dan pandangan yang sama. Kami percaya bahwa, instead
of cursing the darkness, better we light a candle.
Candle. Masing-masing kami memang mungkin
hanya sebuah lilin. Tapi bila disatukan, insya Allah kami bisa cukup menerangi,
itu doa kami.
Dan berangkatlah kami ke Jatiluhur. Di sebuah
bangsal sederhana, saya tidur bersama 32 wanita lainnya, berbagi kelas dengan
50 teman lainnya, untuk mendapat pembekalan selama 2 bulan. Dan tentu saja 2
bulan adalah waktu yang sangat singkat untuk mempelajari semua amunisi
pertempuran setahun. Tapi dengan sebuah bismillah, kami memulai perjalanan ini.
Materi yang kami dapat, jangan ditanya, luar
biasa hebatnya. Meskipun pernah beberapa tahun mengajar di sejumlah komunitas
jaman kuliah dulu, saya tak pernah berpikir bahwa setiap ucapan seorang guru di
kelas dilakukan dengan sebuah alasan, dipersiapkan oleh begitu banyak teori.
Every single thing. Yang dilakukan dan yang tak dilakukan guru.
Kami belajar cara mengajar dengan
memperhatikan fungsi dan perkembangan otak anak. Kami belajar berbagai jenis
kecerdasan anak yang beragam. Kami belajar berbagai metode belajar yang
kreatif, aktif, dan menyenangkan. Kami
belajar cara menangkap perhatian dan menjaga fokus anak. Kami belajar membuat
kesepakatan kelas dan melatih disiplin anak. Kami belajar bahwa mengajar
bukanlah sekedar berdiri di depan kelas, tapi wajib mempersiapkan materi
mengajar hingga sedemikian detailnya.
Kami jadi paham bahwa kelas perlu diatur
sedemikian rupa hingga bisa merangsang daya tangkap anak. Kami jadi paham bahwa
menakuti anak dengan memberikan hukuman adalah cara paling primitif untuk
mendidik anak. Kami jadi paham bahwa kurikulum sejatinya adalah sebuah janji
guru kepada murid kami, berjanji untuk mengerahkan segala daya upaya kami untuk
mencerdaskan mereka. Kami jadi paham bahwa sebaik-baiknya mengajar, adalah
dengan menjadi teladan.
Kami jadi percaya bahwa tak ada yang namanya
anak bodoh. Percaya bahwa pendidikan tak selalu menyoal nilai dan rengking,
tapi justru membangun karakter dan kedekatan manusia dengan penciptanya. Kami
percaya bahwa sebagai guru, kami harusnya lebih malu saat anak tak mampu
mengantri dengan baik, dibanding saat anak tak naik kelas.
Kami jadi mengerti bahwa ternyata tugas kami
tak sesederhana (kalau bisa dibilang sederhana) mengajar.
Adalah sebuah misi Indonesia Mengajar yang lebih besar untuk menggerakkan
seluruh entitas dalam skala seluas yang bisa kami jangkau, untuk menjadi lebih
peduli terhadap pendidikan. Kami jadi mengerti bahwa isu keberlangsungan di
daerah adalah isu yang paling penting, yakni bagaimana caranya menggerakkan
semua orang agar kemajuan yang diciptakan bersifat permanen, bukan hanya
berpusat pada hadirnya Pengajar Muda.
Terbukalah mata kami bahwa ini sungguh bukan
tentang kami dan aktualisasi kami. Bahwa ini adalah tentang mereka, anak-anak
di seluruh penjuru Indonesia yang berhak atas pendidikan yang layak, yang
konstruktif, yang berpusat pada mereka. Terbuka mata kami bahwa terlepas dari
semua keterbatasan, passion-lah yang akan menjaga kami nanti di sana.
Subhanallah beratnya yah :)
Maka mesti tak jarang rasa kantuk menjajah,
rasa letih mendera, kami mencoba terjaga dalam kelas. Fokus pada semua ilmu
yang mungkin tak akan kami dapatkan di tempat lain. Menyerap sebanyak-banyaknya
semua bekal.
Beberapa hari lagi kami akan dilepas di hutan
selama 4 hari untuk belajar survival dan bertahan hidup di alam bebas. Doakan
kami yah :)
10 comments:
Semangat ya Eva, terus tulis blog-nya dengan petualangan seru menjadi Pengajar Muda ya!
@Anto: Yes sir, I will! :)
salute to you... :)
@Ivan:
Kaka Ivaaan, terima kasih doanya :)
Semangat ya, de!
Semoga Allah selalu memberi u kesehatan. Aamiin.
@ka Anis:
Amin amin amiiin..
Doa yang sama juga untuk ka Anis dan malaikat2 kecilnya yah :)
Mantab Va, dah cabut belum ini ceritanya ke daerah tujuan ajar? You seems great to be a teacher. Seriusin aja :D
@ka Gadang: Iya ini sudah sebulan lebih di Banggai ka Gadang. Seems great tau dari mana? Hahaha.
yaaaa, mesti ga akrab2 amat lo (hehehe), gini2 gw pede dgn kemampuan gw menilai orang, eaaaaa :D
@ka Gadang:
Ahaha let's just see, kak.
Rencana Tuhan siapa yang tahu :)
Post a Comment