Waktu-waktu di kala kembali dari penempatan adalah bisa jadi waktu tergalau seorang PM. Ada banyak pandangan-pandangan yang tercerahkan, lebih banyak lagi harapan-harapan, asumsi-asumsi tak terkonfirmasikan, dan sedikit kecemasan.
Maka
betapa bersyukurnya kami, ketika pak Anies, di sela waktu sibuknya sebagai
Menteri Pendidikan, menyempatkan diri untuk berdiri di depan kami dan berbagi. Salah
satu sosok yang paling saya hormati ini sebetulnya tak panjang memberi materi,
tapi saya merasa menemukan pencerahan diri luar dalam. Dan agar ia tak sia-sia
dan menguap, izinkanlah saya membaginya.
***
Yang
pertama yang pak Anies garisbawahi adalah, rasa “bermanfaat” itu adiktif.
Sekali merasakan menjadi pengajar di daerah terpencil, maka kebutuhan untuk
memberi dan berkontribusi untuk Indonesia itu akan selalu ada. Sekali merasakan
realitas akar rumput Indonesia, maka semangat light-a-candle-instead-of-cursing-the-darkness itu tidak akan
pernah sirna.
Sampai
penjelasan ini, saya hanya mengulum senyum.
Yang
kedua, konon, ada 3 sektor pekerjaan di negeri ini: sektor Private yang
meliputi perusahaan, korporasi, dan aneka bisnis; sektor Government yang
merupakan sektor pemerintahan; dan sektor Public yang terdiri dari warga
sipil, NGO, dan sebagainya. Saat ini, sebagai bagian dari Gerakan Indonesia
Mengajar, kami bisa dibilang berkecimpung di sektor yang ketiga.
Seringkali,
setelah pulang dari penempatan, PM terjebak dengan kenikmatan berkecimpung di
sektor ketiga. Banyak yang bahkan akhirnya berkomitmen untuk melanjutkan
perjuangan di jalur ini. Tapi, satu hal yang perlu disadari, sudah cukup banyak
orang baik di sektor ketiga. Di area inilah, orang-orang baik berkumpul. Faktanya
bahkan di Indonesia, kehadiran NGO semakin menjamur, hingga jumlahnya mencapai
65 ribu per April 2013
(sumber disini).
Nah,
yang menarik dan seringkali luput kita sadari adalah, Indonesia sebenarnya
membutuhkan lebih banyak orang baik di 2 sektor lainnya, Private dan
Government. Jangan salah, kedua sektor ini justru sebenarnya adalah area yang
paling berpengaruh dan menentukan kehidupan masyarakat Indonesia. Sektor
Private adalah pondasi perekonomian negara, sementara siapa lagi yang membuat public policy dan mengatur kehidupan
bernegara kalau bukan sektor Government?
Pak
Anies mencontohkan, dulu mungkin Gerakan Indonesia Mengajar tak akan bisa
berjalan jikalau tidak ada dukungan dari bu Felia Salim, Wakil Dirut BNI yang
langsung menyetujui untuk menjadi salah satu pendukung utama pendanaan gerakan
ini. Kenapa bu Felia tertarik, mungkin salah satunya karena rupanya dulu pun
beliau pernah mengajar di pedalaman Papua (lihat profil lengkapnya disini).
See?
Orang baik di sektor Private dan Government adalah batu permata yang perlu
diperbanyak jumlahnya. Karena seperti semua NGO dan sektor publik lain, sumber
dananya pun pada akhirnya berasal dari korporasi.
Sampai
sini, saya mulai mengerutkan kening dan manggut-manggut.
Garisbawah
yang ketiga adalah, to be honest,
menjadi PM adalah hidup yang – terlepas dari jungkirbalik dan tantangan di
pelosok – boleh dikata gemerlap. We are
on that spotlight. Dipuja dan dielu-elukan. Maka janganlah terjebak dengan
kenikmatan hiruk-pikuk itu. Kita harus berani, bersiap, dan bersedia, untuk
mulai berjuang di sektor yang sunyi. Sektor yang barangkali tak terlihat, tapi
nyata berkontribusi.
Sampai
di sini, saya membelalak, mengamini dalam hati.
Maka,
jadilah bagian dari himpunan irisan itu. Bergabunglah dalam sedikit dari orang
di area yang diarsir itu. Jadilah pekerja di sektor Private yang punya wawasan
dan kecintaan pada Indonesia, agar kebijakannya berpihak pada hajat hidup orang
banyak. Jadilah bagian dari Government yang pernah memahami realitas kehidupan
akar rumput rakyat. Pahami moto kita: world
class competence, grassroot understanding, sebagai penghayatan hakiki akan
makna mengabdi.
Dan
demikianlah, cukup satu sesi singkat ini sahaja untuk mengobrak-abrik rencana
hidup dan menjungkirbalikkan perspektif.
Mari
menyebar orang baik!
Slipi, 5 Januari 2015
~ Siap bermakna di sektor sunyi
0 comments:
Post a Comment