Pernahkah kamu mengenang masa lalu hingga tersenyum-senyum simpul?
Saya sering. Nyatanya, saat ini pun saya tengah melakukannya. Memutar roll memori dan merasa bahagia hanya dengan mengingatnya. Dan saya menemukan, bahwa kenangan pahit pun bisa jadi begitu menyenangkan dan bermakna, saat dilihat dari belakang.
Dulu, 10 tahun lalu (yeah it's been that long!), saya masuk ke SMA yang menerapkan sistem semi-militer boarding school. Saya menetap di asrama dengan segala rutinitas dan aturannya yang begitu menyiksa. Jam 5 subuh sudah bangun untuk senam pagi. Lanjut sarapan, apel pagi, sekolah pagi, makan siang, sekolah siang, apel sore, olahraga sore, kegiatan keagamaan sore, makan malam, sekolah malam, apel malam.
Dulu, asrama ini neraka buat saya. Tak sedetik pun saya lewatkan tanpa berpikir bagaimana caranya bisa kabur tanpa sepengetahuan pak TNI yang berjaga. Tak sedetik pun saya tak menyesali keputusan masuk ke sekolah jenis ini. Sebagai anak muda yang mengedepankan kebebasan, hidup rasanya seperti dirampas kenikmatannya (seddaaaap..).
Saya ingat, dulu ada momok mengerikan yang namanya Pendadakan. Adalah seperti namanya, kami mendadak dibangunkan tengah malam buta dengan lonceng, dan dikumpulkan di tengah lapangan. Biasanya terjadi bila senior menganggap ada kesalahan besar yang telah kami perbuat. Semalaman itu kami akan dihujani caci maki, dimarahi, diteriaki, dan tentu tak lupa bumbu-bumbunya: push up, jalan jongkok, dan merangkak.
Itu belum lagi termasuk siksaan setiap hari, dimana bila kami ke sekolah setiap pagi, akan ada anggota TNI dan Pengasuhan yang mengecek ke kamar. Seyogyanya kamar (yang diisi berempat dengan bunkbed model di penjara) harus selalu rapi, seprei terpasang kencang, tidak ada sampah, pakaian terlipat sesuai ketentuan, tak ada kotoran dan debu sedikitpun, teras disapu bersih, dan capstock cucian disusun rapi. Baju harus dilipat 16cm, ditata berdasarkan warna gelap ke terang. Kalau ditemukan sedikiiit saja cela, pak TNI akan dengan senang hati menyuruh kami lari keliling lapangan, terkadang dengan bonus membawa barang bukti di TKP. Jadi, jangan heran kalau di sore hari yang indah melihat gadis manis sedang jogging sambil menyeret kasur, haha..
Dulu, 10 tahun lalu (yeah it's been that long!), saya masuk ke SMA yang menerapkan sistem semi-militer boarding school. Saya menetap di asrama dengan segala rutinitas dan aturannya yang begitu menyiksa. Jam 5 subuh sudah bangun untuk senam pagi. Lanjut sarapan, apel pagi, sekolah pagi, makan siang, sekolah siang, apel sore, olahraga sore, kegiatan keagamaan sore, makan malam, sekolah malam, apel malam.
Dulu, asrama ini neraka buat saya. Tak sedetik pun saya lewatkan tanpa berpikir bagaimana caranya bisa kabur tanpa sepengetahuan pak TNI yang berjaga. Tak sedetik pun saya tak menyesali keputusan masuk ke sekolah jenis ini. Sebagai anak muda yang mengedepankan kebebasan, hidup rasanya seperti dirampas kenikmatannya (seddaaaap..).
Saya ingat, dulu ada momok mengerikan yang namanya Pendadakan. Adalah seperti namanya, kami mendadak dibangunkan tengah malam buta dengan lonceng, dan dikumpulkan di tengah lapangan. Biasanya terjadi bila senior menganggap ada kesalahan besar yang telah kami perbuat. Semalaman itu kami akan dihujani caci maki, dimarahi, diteriaki, dan tentu tak lupa bumbu-bumbunya: push up, jalan jongkok, dan merangkak.
Itu belum lagi termasuk siksaan setiap hari, dimana bila kami ke sekolah setiap pagi, akan ada anggota TNI dan Pengasuhan yang mengecek ke kamar. Seyogyanya kamar (yang diisi berempat dengan bunkbed model di penjara) harus selalu rapi, seprei terpasang kencang, tidak ada sampah, pakaian terlipat sesuai ketentuan, tak ada kotoran dan debu sedikitpun, teras disapu bersih, dan capstock cucian disusun rapi. Baju harus dilipat 16cm, ditata berdasarkan warna gelap ke terang. Kalau ditemukan sedikiiit saja cela, pak TNI akan dengan senang hati menyuruh kami lari keliling lapangan, terkadang dengan bonus membawa barang bukti di TKP. Jadi, jangan heran kalau di sore hari yang indah melihat gadis manis sedang jogging sambil menyeret kasur, haha..
Ulah Para Pria |
Singing on the Farewell Party |
Dalam Seragam Kebangsaan |
Basah Kuyup Setelah Dibantai :) |
Tidur Di Kelas Adalah Hobi Saya |
Karena jauh dari keluarga, disini kami memiliki keluarga replika yang tak kalah dekatnya dan menariknya. Masing-masing kami punya kakak dan adik asuh yang kepopulerannya disini mengalahkan pemilihan Miss Universe. Karena tinggal di asrama, pacaran pun punya aturannya sendiri. Mojok cuma boleh dilakukan di pojok-pojok yang direstui, seperti di bawah lonceng, di pojok kantor pengasuhan, di ruang makan, di depan warung kecil di bawah tangga, atau sambil lari sore.
Jika kalian pernah melihat para tahanan makan di penjara, persis begitulah cara kami makan. Makan dengan ompreng, susu cair, dan ayam goreng yang kadang-kadang masih berbulu. Waktu masih kelas 1 paling sial karena masuk ruang makan selalu paling bontot sehingga selalu dapet ompreng sisa yang lauknya bokong ayam. Kalau hari Jumat waktunya makan bersama keluarga asuh. Kalau ada yang ulang tahun, dimejanya ditumpukin ompreng sampai tinggi.
Belajar Malam |
Kamar Penuh Kenangan |
Kegiatan Keagamaan Setiap Sore |
Dining Hall |
Wong Pitoe - Wanita Kelas Accel |
...
Tapi, menengok kembali ke masa itu, tak pernah gagal membuat saya tersenyum, bahkan terbahak-bahak sekalipun. Reuni bersama kawan SMA pun tak pernah sunyi dan lepas dari nostalgia-nostalgia penuh kegilaan ini. Masa-masa itu ternyata memberi kenangan yang sangat berbekas di ingatan. Dan heyy, bahkan masa-masa terpahit saat itu selalu menjadi momen yang lucu bila diingat kembali. Tak pernah sekalipun kami berpikir betapa menderitanya kami kala itu, yang ada adalah betapa menggelikan, betapa tak terlupakan semua momen yang kami lewati.
2 Years Later - Gilagilaan di Jatos |
4 Years Later - Pose Favorit with Besties |
6 Years Later - Acara Favorit Bersama: Karoke! |
10 Years Later - Reuni Besar |
Satu petuah menarik dari (Alm) Steve Jobs yang selalu saya ingat adalah tentang bagaimana kita connecting the dots:
“You can't connect the dots looking forward; you can only connect them looking backwards. So you have to trust that the dots will somehow connect in your future. You have to trust in something — your gut, destiny, life, karma, whatever. This approach has never let me down, and it has made all the difference in my life”
Connecting the Dots |
Mengingat kembali ke masa-masa itu, akan membuat kita menyadari, bahwa seberat dan sesakit apapun, perjalanan itulah yang menjadikan diri kita seperti saat ini. Duri-duri itulah yang menempa dan membentuk kita.
Jadi lain kali, saat Anda merasa hidup sedang sangat tak bersahabat, ingatlah. Ingatlah, bahwa someday you’ll look back. No matter how hard it was, no matter how painful it was. Someday you’ll look back and smile.
NB: Didekasikan untuk kawan-kawan terbaikku yang pernah senasib seperjuangan di asrama. Really miss those old times, buddies :)