Rss Feed

bali-gili-LEMBONGAN, thru the shore.. (part LEMBONGAN)

 
Melanjutkan posting sebelumnya, inilah bagian terakhir dari perjalanan kami - setelah Bali, dan Gili Trawangan, yaitu NUSA LEMBONGAN part. Semoga bisa menambah referensi itinerary kalian :)


NUSA LEMBONGAN

Nusa Lembongan adalah pulau kecil di bagian tenggara Bali yang belum terlalu dikenal, tapi keindahannya sungguh patut dibandingkan. Nusa Lembongan merupakan salah satu pulau kecil dari deretan tiga pulau yang terletak di sebelah tenggara Bali, yakni Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Alternatif bagus buat mereka yang mencari lokasi yang agak lengang selain Bali.

Lokasi Nusa Lembongan

Nusa Lembongan bisa dicapai dengan menggunakan perahu kecil atau kapal cepat yang bisa dipesan di travel agent atau tourist centre terdekat, yang berangkat dari pantai Sanur atau bisa juga dari pelabuhan Benoa. Jumlahnya memang tidak banyak dan frekuensinya belum terlalu sering karena Lembongan memang belum terlalu populer. Saya sendiri bertolak dari pantai Sanur menggunakan perahu kecil dengan 3 motor, yang menghabiskan sekitar 2 jam waktu perjalanan. Dan well, tidak seperti speed boat yang lebih nyaman, di perahu kecil seperti ini guncangan ombak memang lebih terasa dan sukses membuat saya oleng selama beberapa saat, hehe.

Perahu untuk Menyeberang Laut Bali ke Nusa Lembongan

Tapi semua langsung terbayar begitu perahu merapat di pelabuhan Jungutbatu. Pantai dengan pasir putih dimana-mana sepanjang mata memandang. Disini sebagian besar penduduknya hidup dari budidaya rumput laut, sehingga tepian pantainya tak banyak terumbu dan ikan hias melainkan hamparan rumput laut hijau. Di depan rumah-rumah penduduk juga akan banyak dijumpai rumput laut yang sedang dikeringkan. Tapi, rumput laut disini kebanyakan dari jenis yang bukan untuk dimakan lho, melainkan untuk diolah menjadi kosmetik. 

Nusa Lembongan's View

Hampir semua penginapan dan cafe disini menghadap ke pantai, sehingga sangat nyaman untuk makan dan bersantai ditemani angin laut. Penginapan disini juga jauh lebih murah dan bersih daripada di Bali. Untuk menyusuri pantai tentu paling nikmat bila berjalan kaki, tapi tersedia motor yang bisa disewa jika ingin menjelajah dan mengelilingi pulau.

Fancy Dining at the Beach

Karena laut di tepi pantainya digunakan untuk budidaya rumput laut, untuk snorkeling dan diving disini harus berperahu dulu sampai ke tengah laut. Bisa dengan menghubungi organizer-organizer yang ada (biasanya tersedia dari penginapan), atau jika sudah kenal dengan penduduk setempat bisa juga langsung menyewa perahu dari mereka. Diving disini juga cukup murah dan bisa ditawar, sayangnya karena kami hanya mampir disini sehari, kami hanya sempat snorkling dan belum sempat mencoba diving. Tapi kata dive-guide-nya, kita bisa melihat manta atau pari raksasa disini.

Menikmati Angin Laut

Oleh pegawai penginapan kami lalu dikenalkan pada pak Supri, yang akan menjadi nakhkoda perahu kami. Pak Supri ini umurnya sudah sekitar 50-an, sangat lugu, polos, dan sangat baik hati. Pak Supri bilang, sudah melaut sejak umur 10 tahun, jadi keamanan kami insya Allah terjamin. Kebanyakan pelaut disini sudah tahu spot-spot snorkeling yang paling bagus, jadi mereka yang akan mengantarkan kita kesana.

Me and Pak Supri, Siap Melaut

Dari Nusa Lembongan kami bertolak menuju 2 spot snorkeling yang sudah disepakati. Dan heyy, bila berperahu begini, cobalah duduk di bagian depan perahu. Disini, goncangan akan lebih sedikit terasa. Bukalah baju (untuk lelaki tentunya, hehe), duduk santai bersila, rasakan hembus anginnya menyapa wajah, hisap rokokmu dalam-dalam, dan pejamkan mata, rasakan sensasinya..

It's Just Me and the Blue Sea

Spot pertama cukup jauh jaraknya, hingga pulau Nusa Penida sudah tampak di seberang. Kami snorkling disini selama hampir sejam. Honestly, ini lah lokasi dengan terumbu karang yang paling indah yang pernah saya temui. Cantik sekali, bentuknya beranek ragam, dan yang paling menakjubkan adalah variasi warnanya yang berwarna-warni, apalagi dengan tempias siluet sinar matahari dari atas, heavenly..

Colorful Coral Reefs

Spot kedua letaknya lebih di tengah laut, hanya sedikit jaraknya dari hilir sungai. Disini terumbu karangnya dekat sekali dengan permukaan, sehingga bisa terlihat dengan jelas. Keanekaragaman terumbu karangnya lebih sedikit, dan lebih monoton warnanya, tapi kami banyak bertemu dengan ikan-ikan hias yang lebih besar ukurannya. Disini juga bisa dirasakan sensasi pertemuan arus air, sehingga ketika snorkeling bisa jadi merasakan berenang di air hangat, lalu pindah ke air dingin, dan seterusnya.

Snorkeling Like There's No Tomorrow :)

Notes: Selama 2 hari di Gili Trawangan dan sehari di Nusa Lembongan, yang juga merupakan tempat-tempat paling keren yang belum banyak diketahui orang, believe it or not, kami adalah satu-satunya turis local disana. Ini tentu bikin kami jadi bertanya-tanya, ada apa dengan dunia pariwisata kita, kenapa tempat eksotis seperti ini justru lebih well known di mata orang mancanegara daripada sama orang Indonesianya sendiri ya?



Sang Bapak dan Si Anak

 
Pernah nonton serial Parenthood? Saya, tanpa malu-malu, mengakui, hampir selalu sukses menangis dibuatnya. Kadang-kadang oleh beberapa adegan heroik orangtua, terkadang oleh adegan penuh haru, tapi lebih sering lagi hanya karena adegan sederhana yang memperlihatkan keindahan dan kemurnian hubungan orang tua dan anak.

Libur Lebaran kemarin kebetulan saya mendapat cuti – errrrr bukan kebetulan sebenarnya, lebih memaksa tepatnya, hehehe. Karena kalau tahun ini saya tak mudik lagi, maka saya akan resmi menjadi Mbak Toyib yang 3 tahun tak pulang-pulang.

Menyenangkan rasanya bisa melihat rumah lagi. Dan meskipun rumah kami kecil, sederhana, seadanya, dan terkadang berantakan (khususnya kamar adek saya yang seperti kapal pecah), ada aroma magis dari rumah yang tak akan tergantikan. Aroma familiar yang meskipun jauh dan lama tak bersua, terasa tak pernah asing di pancaindera.

Dan yeah, banyak hal berubah, atau bertumbuh tepatnya. Adik-adik tumbuh dengan cepat dan drastisnya. Aku bahkan selalu sukses dibuat takjub oleh kecepatan tumbuh mereka. Dan orangtua semakin menua. Gurat-gurat letih makin banyak menghiasi wajah mereka, rambut semakin beruban, pergerakan yang semakin terbatas, dan meskipun sangat sedih mengakui ini, mereka nampak jauh lebih tua dibanding kali terakhir melihat mereka.

Tapi ada satu hal yang mengganggu. Adek saya yang berumur 18 tahun, duduk di bangku SMA tahun terakhir, satu-satunya cowok – kini makin sering berkonfrontasi dengan sang bapak. Pertengkaran mereka terjadi nyaris tiap hari, yelling each other, saling mematahkan pendapat masing-masing, tak pernah sepakat, dan membuat satu rumah pusing dibuatnya. Si anak selalu melawan apa yang dititahkan sang bapak, dan sang bapak selalu menganggap si anak tak punya respek pada orang tua. Kenyataannya toh mereka berdua sama-sama keras kepala, jadi tak pernah ada situasi seiya sekata.

Saya sudah berusaha memperbaiki suasana dengan berbicara pada masing-masing mereka, yang dengan suksesnya langsung dibantah. Sepertinya tak ada jalan bagi mereka untuk berbaikan sama sekali. Tapi lalu ini membuatku berpikir lagi, betapa situasinya sama persis dengan yang saya alami delapan tahun lalu (Hell yeah its been that long!).


Saya ingat sekali, dulu hubungan saya dengan bapak saya pun tak pernah baik. Beliau di mata saya, tak lebih dari sosok bapak yang darah tinggi dan super kolot. Beliau gampang sekali marah, gampang sekali disulut oleh kesalahan-kesalahan kecil yang kami lakukan. Super kolot, karena tak membiarkan anaknya bermain bebas dan mengeksplor hal-hal baru, melarang anaknya berpacaran (yang selalu sukses saya sembunyikan, haha), serta menuntut kami seperti mesin belajar. Itulah sebabnya saya begitu kebelet ingin meninggalkan rumah dan menuntut ilmu ditempat yang jauh, semakin jauh semakin baik, dimana saja yang penting bukan dirumah.

Berbekal prestasi akademik yang baik, saya akhirnya bisa melanjutkan sekolah ke SMU bergengsi di luar kota. Lulus SMU saya melanjutkan lagi kuliah di Bandung. Jauh dari rumah membuat saya hidup secara bebas, bebas mengontrol hidup saya sendiri, menjalani kehidupan yang sejak dulu diinginkan. Selama menuntut ilmu di luar kota ini, saya hanya pulang ke rumah satu-dua kali setahun. Selama jauh inilah, ada banyak hal yang baru saya pahami tentang orang tua saya. Hal-hal yang luput dari perhatian saya selama ini.

Saya baru menyadari bahwa selama ini orangtua saya menyimpan kepercayaan yang begitu besar pada saya. Dan apa yang saya maksud kepercayaan disini adalah benar-benar kepercayaan, bukannya harapan. Mereka percaya bahwa saya akan menuntut ilmu dengan baik, percaya bahwa saya akan menjaga diri dengan baik, percaya bahwa saya akan menjaga kepercayaan mereka. Begitu besarnya kepercayaan ini, sampai mereka membiarkan saya mengambil keputusan-keputusan besar dalam hidup saya, dan mempercayainya. Percaya bahwa saya sudah cukup dewasa untuk bertanggung jawab pada pilihan yang saya buat.

Just watch this. Ketika saya telah keterima di PMDK Undip dan orangtua telah membelikan tiket ke Semarang, saya tiba-tiba tanpa angin tanpa hujan tanpa petir tanpa badai, ingin mencoba SPMB ke ITB. Mereka terbengong-bengong memang, tapi lalu menyerahkan semuanya ditangan saya. Dan demikianlah PMDK Undip tersebut akhirnya saya tolak (mohon maaf adik kelas yang jadi diblacklist oleh Undip, hihi), dan dengan mantap saya mengikuti SPMB. Alhamdulillah lolos.

Watch this again. Mahasiswa lain biasanya dikirimin jatah uang bulanan oleh orang tuanya. Orangtua saya memberikan rekening utuh yang telah mereka tabung bertahun-tahun lamanya, untuk saya pakai. Rekening itu bahkan atas nama saya sendiri. Mereka tak pernah menentukan batas uang yang boleh saya habiskan tiap bulannya. Saya hanya perlu bilang, telah ambil berapa dan untuk apa (yang sebagai mahasiswa, saya banyak bohongnya, hehe). Dan kami bukan dari keluarga berkecukupan, jadi jelas ini membutuhkan usaha yang tidak sedikit buat beliau.

Selain kepercayaan-kepercayaan berlimpah ini, yang membuat saya sangat nyaman menjalani hidup di perantauan, mata saya pun terbuka pada banyak hal yang entah kenapa baru terlihat begitu jelas setelah kami berjauhan. Kasih sayang orang tua. Terkadang jarak justru membuat segalanya tampak lebih jelas, bukan? Sesuatu yang sudah berada disana sejak dulu kala, tapi karena begitu dekatnya, begitu seringnya melihatnya, sampai justru luput dan terabaikan.

Dan hey, orangtua pun berubah. Mereka pun entitas yang tak kebal waktu. Jika menjadi orangtua yang baik sifatnya tentatif, maka berusaha untuk menjadi orangtua yang baik adalah sesuatu yang hampir absolut sifatnya. Mereka pun berevolusi, belajar dari kesalahan, instropeksi, dan merenung. Mungkin ada waktunya mereka khilaf, tapi mereka pun tak akan berhenti menyesal. Kalau kita mau berpikir lebih jernih, kesalahan mereka tak akan lebih dari seujung kuku kasih sayangnya. Dan jika kita sudah berhasil melihat ini, maka niscaya kita akan merindukan mereka lagi. Seperti yang saya rasakan.

Love Lives On - by Nova, the youngest sista

Oleh sebab itu, saya percaya, si adek mungkin butuh jarak itu. Tak pernah adil dan tak pernah ampuh, memaksa remaja penuh gejolak amarah untuk mengerti semuanya. Biarkan ia meresapi prosesnya, biarkan ia menyaksikannya sendiri. Suatu saat matanya akan terbuka.


NB: Hey, bukan salahku kalau kami berdua begitu mirip tabiatnya, it’s in our blood.