Rss Feed

Masterpiece of Pram


Dari jutaan buku yang telah kubaca seumur hidupku, banyak yang meninggalkan jejak yang membekas dalam. Beberapa meninggalkan mimpi. Beberapa meninggalkan suri tauladan. Beberapa meninggalkan hikmah tiada tara. Beberapa meninggalkan imaji yang bertualang di ranah tak terbayang. Beberapa hanya meninggalkan kesenangan. Tapi tak ada yang meninggalkan semuanya sekaligus, seperti yang kudapat di buku-buku Pramoedya Ananta Toer.

Ia hanya buku tua yang kubaca setengah-setengah dari zaman kuliah, hanya buku untuk menemani saat berjamban. Kini setelah ada cukup waktu untuk mengolah kata dan kalimatnya yang berkosakata jaman baheula dan bersusun begitu rumitnya, pahamlah aku akan betapa indah isi dan tinggi nilai buku ini. Tak lagi heran mengapa begitu tinggi frekuensi ia dibahas di forum humanitas, begitu banyak penghargaan yang didapat dari seantero negeri. Ia menawarkan tak hanya kisah anak manusia, tapi juga idealisme yang tidak biasa. Beberapa kalimat pendeknya bahkan terus terngiang di kepala sampai sekarang.

Dari semuanya yang paling berkesan mungkin adalah kalimatnya bahwa seorang terpelajar haruslah bersikap adil sejak dari pikiran. Kata-kata ini begitu dalamnya hingga membuat aku terhenyak di titik jeda kalimat itu. Terhenyak dan membenarkan, mengiyakan dalam-dalam. Tak pernah aku berpikir sejauh itu, meresapi makna pendidikan sedalam itu. Dan kiranya sudah sepantasnya aku dan mungkin kita semua, malu akan anjuran tersebut. Sudahkah aku, sudahkah kamu, sudahkah kita menghormati ilmu yang kita punya dengan menerapkannya, tidak hanya lewat berbuat, tapi juga berpikir? Kita yang diberi kesempatan menimba ilmu, memperoleh ilmu pengetahuan, dan setelah tahu kita yang baik dan yang salah, masih jua berbuat tak adil?

Pram, oh Pram,, menyesal aku tak mendalami karyamu sedari dulu. Jika saja semua idealisme indah tentang ilmu pengetahuan ini kubaca semenjak duduk di bangku kuliah, mungkin aku akan menghayati setiap detik yang kutempuh untuk belajar. Mungkin aku tak akan sempat bermalas-malasan dan menganggap belajar hanya rutinitas harian yang semestinya dijalankan.

Dan teruntuk pak Pram yang sudah menutup kisah, terima kasih sudah kau dedikasikan hidupmu untuk berkarya, berkarya yang bukan sembarang karya. Ia mahakarya yang berjaya bukan karena keindahan bahasa semata, tapi karena kedalaman isinya yang menampar realita. Semoga ia selalu menggugah..

2 comments:

Anonymous said...

buku favorit sepanjang masa gw juga, kisahnya menarik sekali dan pesannya sangat kuat. Terkadang membuat berkhayal ingin hidup dijaman itu bersama Minke cs.

eve said...

Hehehehe, gw gak segitunya sampe pengen hidup di jamannya sih to,, serem juga kalo dipikir2,, bener2 harus siap mental dan idealisme,,

Kalo enggak ya pilihannya hanya hidup menyedihkan atau hidup susah,, Tapi apa sebenarnya bedanya sama hidup di masa ini ya? hehehe