Rss Feed

Belitung, Negeri Laskar Pelangi - Day 2



Esoknya, karena jam biologis badan yang masih mengikuti jadwal nguli di jobsite, jam 6 pagi kami sudah melek dengan segar bugar dan segera nongkrong di gazebo di bagian belakang hotel persis di tepi pantai. Belum mandi, belum sikat gigi, langsung sarapan nasi goreng, menyesap teh hangat, lalu menghisap rokok ditemani angin pagi dan aroma pasir pantai. Ahhh, nikmatnya tak terkatakan.. The beauty of doing nothing.

Agenda hari kedua ini adalah jelajah ke Belitung Barat! Dalam perjalanan kesana, kami singgah dulu di Rumah Adat Belitung. Jadi rumah ini adalah semacam bangunan tradisional khas Belitung yang juga dijadikan museum mini, tempat pengunjung bisa belajar tradisi dan sejarah Belitung.

Arsitekturnya berbentuk rumah panggung, didalamnya hanya ada satu ruangan luas tanpa sekat. Di sepanjang dindingnya dipajang foto-foto dari jaman baheula tentang sejarah Belitung. Banyak juga dipamerkan barang khas tradisional, replika pengantin adat, alat pertanian, dan diputarkan lagu-lagu adat yang bikin kita seolah terlempar seketika ke Belitung jaman jebot.

Saya, perawan kembang desa yang belum pernah jadi penganten ini, jadi iseng-iseng pengen mencoba baju adat penganten wanitanya. Dan beginilah tampilan saya dalam balutan busana adat. Boook, ternyata ribet yah jadi penganten, selain aksesoris gelangnya yang bunyi kerincing-kerincing tiap bergerak dan hiasan kepala yang waktu dipasang di kepala berasa jadi kayak punya tanduk, gerahnya juga naujubile.

 
Setelah puas melihat-lihat, kami bersiap untuk perjalanan yang agak panjang menuju barat. Jadi, kalau dilihat di peta, rute yang akan ditempuh benar-benar dari ujung timur ke ujung barat pulau. Dan jujur saja, sebenarnya we have no idea tentang bagaimana rute dan kondisi jalan ke sana, but isn’t it the art of getting lost? Hehe.. Pokoknya selama kompas di hp masih menuju arah barat, kami yakin akan baik-baik saja.

...

Menit-menit pertama, tiga sekawan ini masih antusias dan semangat. Ada yang nyetir sambil ngeceng, ada yang nyanyi-nyanyi galau bersama kaset Geisha – yang juga kaset satu-satunya di mobil sampai kami eneg dengar lagunya diulang-ulang, bahkan ada yang sampai koprol-koprol dan sikap lilin di jok belakang. Okesipp.

10 menit berlalu, akibat jalan lurus yang mulus dan super bagus, sayup-sayup mulai terdengar suara ngorok dari jok belakang. Tinggallah sang supir dan saya yang kali ini didaulat menjadi navigator alias cewek cantik yang tugasnya menemani supir ngobrol. 20 menit berlalu, mata navigator mulai panas tapi yang bersangkutan masih berusaha menjalankan tugasnya meskipun omongannya sudah mulai ngalor-ngidul setengah mengigau. Lewat 30 menit, si navigator pun semaput dengan suksesnya.

Tapi, tidur cantik cewek kece ini seketika terhenti waktu mobil mengerem mendadak, melontarkan tubuh penumpang sampai nyaris kejeduk atap mobil. Ternyata oh ternyata, ini adalah modus sang supir dalam membangunkan penumpangnya sambil tetap sok innocent dengan gaya eh-gak-liat-ada-polisi-tidur.

Si navigator pun seketika terbangun dengan kaget, sambil ngelap iler dengan lugunya bertanya, “Kamu siapa? Saya siapa? Dimana ini? Saya mau diapakan? Lepaskan saya..” yang dijawab dengan wajah dongkol sang supir sambil menunjuk ke plang jalan bertuliskan GANTONG.

Horee! Ternyata sudah sampai! Jadi, sudah tahu pelajaran moral ketiga kan? Betul sekali gan, berkendara 2 jam akan tidak terasa sama sekali, kalau agan tidak jadi supir, hehe.

Nah, siapa yang belum pernah dengar Gantong? Oh bukaaan, bukan tempat air, itu gentong. Bukan juga bendi, itu andong bro. Gantong itu nama lokasi di cerita Laskar Pelangi yang tersohor itu. Konon dengar-dengar, semenjak Laskar Pelangi difilmkan dan booming gila-gilaan, nama Belitung juga jadi ikut termashyur. Bahkan tidak jarang ditemui slogan-slogan di penjuru pulau yang mengklaim Belitung sebagai kota Laskar Pelangi. Dan berhubung Laskar Pelangi ini katanya kisah nyata, napak tilas Laskar Pelangi ini akhirnya dijadikan semacam daya tarik pariwisata tersendiri di Gantong. 


Hanya saja ternyata lokasi Laskar Pelangi ini agak berbelit-belit rutenya, karena juga berada di dalam (bekas) kompleks PT. Timah yang tersohor itu. Kalau sudah begini, saatnya navigator kece beraksi dengan cara memikat siapa saja yang bisa ditanyai jalan. Dengan sedikit senyum manis dan keahlian negosiasi yang handal ala Black Widow, para tukang tambal ban atau penjaga warung kelontong pinggir jalan itu akhirnya mau buka mulut juga – hahaha. 

Jadi memang orang Belitung itu pada dasarnya ramah-ramah, suka menolong, dan gemar menabung, jadi tidak ada kesulitan sama sekali untuk bertanya pada mereka. Sayangnya, keterangan dari abang-abang ini juga kadang-kadang menyesatkan, jadi pelajaran moral keempat adalah pastikan untuk paling tidak bertanya pada 2 orang, minimal ada pembanding lah, terus turuti saran abang yang lebih ganteng.

Setelah beberapa kali nyasar, ditambah acara cekcok dan tampol-tampolan, akhirnya mobil kami masuk ke belokan terakhir menuju SDN Muhammadiyah Gantong, sekolah Laskar Pelangi yang sudah kami damba-dambakan sejak tadi. Tapi eits, mata kami lalu tertumbuk pada sebuah rumah putih kecil dengan plang kayu bertuliskan “Laskar Pelangi Tourist Centre”. Karena merasa kami juga turis kan ya – meskipun turis kere – dengan penasaran membuncah, turunlah kami dari mobil. Selagi 2 fotografer itu sibuk dengan tripod dan tetek bengeknya, saya iseng-iseng mengetuk pintu rumah tersebut. Hening.

Saya beranikan diri mengintip, ternyata didalamnya semacam galeri begitu, banyak foto-foto dan lukisan di dinding, perkakas-perkakas nampak berserakan, seperti ada yang sedang dipersiapkan disana. Selain itu, ada seorang pria yang tengah tidur dengan lelapnya di tengah ruangan besar itu. Saya ketuk pintu lagi. Masih tidak ada jawaban.

Saya lalu mengamati foto close-up Andrea Hirata yang dipajang dekat pintu, tanpa sengaja menengok kembali pria yang entah tidur entah pingsan itu, dan ajaibnya kedua wajah itu,,, keritingnya mirip, hidungnya mirip, topinya mirip. Apakah ini fatamorgana, ya Alloh? Sebelum sempat menyimpulkan, saya terpekik, pria itu sudah didepan saya menghunus pisau berlumuran darah! Hahaha. Maksudnya, saya terpekik karena itu Andrea Hirata betulan, saya punya kesempatan foto bareng dengan artis, tapi saya kucel baru bangun, rambut acak-acakan dan gak bawa Relaxa!

Setelah beberapa kali mengetuk pintu dengan agak bernafsu, seorang wanita muda umur sekitar 30-an keluar, entah istri atau manager dari Andrea Hirata. Katanya mereka sedang mempersiapkan event kunjungan dari Singapura. Anehnya waktu kami tanya, apa pria yang tidur disitu tadi benar Andrea Hirata, mbaknya bilang bahwa benar Andrea Hirata sedang di Belitung, tapi beliau sedang keluar dan tidak ada dirumah. Jengjeeeeeeng!! Kami bertiga sontak bertatapan. Setengah linglung, ini apakah sekedar sindrom artis yang lagi-capek-males-ketemu-fans atau memang agak mistis yah bro.

Untungnya, bayangan kejadian tadi langsung sirna begitu kami sampai di SDN Muhammadiyah yang hanya berkisar 5 menit dari tourist-centre. Can’t believe I’m really here, menyaksikan dengan mata kepala sendiri sekolah legendaris ini, meskipun hanya replikanya. Bangunannya memang persis sederhana, agak miring, lengkap dengan balok kayu penyangga di satu sisi supaya tidak roboh. Kelasnya hanya 3 buah, masing-masing sudah reyot dengan dinding yang sudah jarang-jarang.

Mungkin agak lebay yah, tapi saya merasa ada aura magis, semacam kehangatan yang menyusup seketika saat saya melihat betapa sekolah sebersahaja ini tak menyurutkan semangat belajar bocah-bocah pantang menyerah itu. Ah saya jadi malu.. Malu karena perjuangan sekolah saya dulu sebenarnya tak ada apa-apanya dibanding mereka, dan malu karena ternyata resleting saya belum dikancing.
 

Disini kami juga bertemu dengan anak-anak asli penduduk sini yang sedang asyik bermain di sekitar gerbang sekolah. Ternyata mereka ini artis-artis cilik yang bermain di sinetron Laskar Pelangi versi TV, tepatnya pemeran Boreks dan Trapani. Sebenarnya kata orang, tokoh asli Laskar Pelangi pun sampai sekarang masih hidup dan tinggal di Belitung. Tapi mungkin lain kali bisa kita lanjutkan liburan khusus untuk hunting tokoh dan artis Laskar Pelangi :)


Masih di wilayah Belitung Barat, perjalanan lalu dilanjutkan ke Pantai Bukit Batu. Agak perjuangan juga buat sampai ke pantai ini. Jalan menuju kesana agak jauh jaraknya dan meskipun masih beraspal, setelah diperhatikan ternyata makin kedalam jalannya makin sempit, sampai akhirnya hanya jadi jalan setapak yang nampak jarang dilalui orang. Sempat kepikiran buat mutar balik, karena tidak nampak ada tanda-tanda kehidupan dan tak ada satu pun batang hidung yang bisa ditanyai, tapi insting James Bond kami membuat kami pantang kembali kalau misi belum tercapai.

Tapi semakin lama kok, kanan kiri jalan berubah jadi hutan yang makin rapat dan makin gelap karena cahaya matahari terhalang rimbunnya pohon dan semak. Belum lagi partisipasi deretan lampu antik di kanan kiri jalan, yang bentuknya agak kuno-kuno gimanaaa gitu, sungguhan bikin suasana makin horor. Kalau saja kami ini bukan anak-anak sholeh yang rajin sholat, gemar mengaji, dan kuat iman, pastilah saat itu juga kami sudah memutar balik mobil.

Akhirnya rimbunan pohon makin berkurang, jalanan makin terang, dan sampailah kami di sebuah bukit yang asri. Disitu kami melihat sebuah mobil lain yang parkir, dan seketika itu juga kami langsung sujud syukur dan bikin kenduri 7 hari 7 malam. Tidak terkatakan leganya ketemu indikasi eksistensi makhluk hidup disana.

Di bukit ini nampak beberapa bangunan kecil, sepertinya fasilitas wisata, tapi sudah sangat tak terawat. Yah kalau dipikir-pikir lagi, siapa juga yang mau berkendara jauh-jauh kesini cuma buat lihat pantai yang sebenarnya juga ada banyak di seluruh penjuru Belitung. Pilihannya kalau bukan traveler gila dengan rasa penasaran terlampau tinggi kayak kami ini, ya muda-mudi yang lagi cari tempat mojok yang sepi kali ya. Itulah kesimpulan dari investigasi dan analisis sok tahu kami.

Menuruni bukit, ada jalan setapak kecil menuju ke sebuah bilik di seberang. Jalan setapak dan bilik itu membagi pantai menjadi 2 bagian. Dan seperti namanya, pasti sebenarnya sudah ketebak bahwa daya tarik utama dari pantai ini masih berupa batu. Disini batu-batunya tidak terlalu massive tapi banyaaaak. Berserakan dan menumpuk tepat di bibir pantai. Ini tentunya berkorelasi positif dengan populasi udang di balik batu – ngook. Pasir disini putih dan halus, dan ombaknya malu-malu.


Setelah puas foto-foto, nungguin pria-pria ini ngecengin cewek grup turis di bagian pantai sebelah, dan baca surat Yasin 7x juga tentunya, kami kembali melewati jalan setapak berdarah yang ternyata tidak berkurang level horornya, tapi kami akhirnya berhasil keluar dari sana hidup-hidup.  

Destinasi berikutnya adalah Vihara Dewi Kwan Im, masih di wilayah barat tak jauh dari Bukit Batu. Kesan pertama begitu melihat vihara ini adalah.. merah. Kenapa begitu? Pertanyaan bodoh, tentu saja karena viharanya dicat merah, makanya merah. Saya sih sebenarnya belum terlalu banyak melihat vihara, tapi bisa dibilang vihara ini cukup besar dan luas. Ada banyak pendopo, tangga, tempat berdoa, tungku, patung dewa, dan bau dupa yang menyeruak di udara. Kesannya sangat oriental, apalagi dengan ukiran-ukiran naga di pilar-pilarnya yang semuanya berwarna merah.


Kalau boleh jujur, meskipun saya bukan penganut Budha, saya berani bilang bahwa ada aura spiritual sangat kental yang terasa begitu saya menjejakkan kaki disana. Itulah sebabnya, kami berusaha menghormati tempat ibadah ini, cukup melihat, memotret, tidak menyentuh apa-apa, tidak rusuh, dan tidak sompral. Bagaimanapun juga, meskipun sudah jadi obyek wisata, vihara tetaplah tempat sembahyang, tempat kontak vertikal penganut Budha dan penciptanya, terjadi disana. Jadi, ingat untuk jadi traveler yang menghormati budaya yah agan-agan :)


Pulang dari vihara, hari sudah sore dan langit sudah mulai bersahabat. Kali ini insting kami memilih pantai Burong Mandi sebagai penutup. Pantai yang sebenarnya tidak tercantum dalam list itinerary yang kami punya, tapi tiap abang-abang yang kami tanyai di jalan selalu merekomendasikan untuk kesana.

Perjalanan menuju pantai ini sangat menyenangkan. Kami tak lagi menjejak tanah – urrm, kuntilanak maksud lo? – melainkan sudah berupa pasir. Di kanan kiri jalan berjejer rumah penduduk dari kayu yang sederhana. Jendela mobil kami buka, membiarkan wajah kami disapa angin laut sore. Beberapa penduduk lalu lalang dan tersenyum ramah. Ahh, perfect combination!

Pantai Burong Mandi, diluar dugaan tidaklah berbatu-batu seperti yang kami prediksi, yang berarti juga gak ada udang dibaliknya – teteuuup yah. Hanya pantai sederhana, garis pantai yang lurus, air laut yang mulai pasang, ombak bergemuruh, dan pasir putih yang halus. Yang tidak biasa adalah deretan perahu warna-warni eye-catching yang ditambatkan rapi berjejer di sepanjang pantai. Cantik sekali, secantik wanita yang menulis ini.


Sempat dapat beberapa momen sunset, tapi tidak terlalu dashyat. Dan setelah sunset usai dan photo session selesai, tinggallah kami bertiga, duduk berselonjor, menghadap laut, dan bercengkerama dengan ombak – sudah mulai berhalusinasi. Masing-masing dengan khusyuk berkontemplasi, merenung, menggalau, dan apalah itu you name it, sampai akhirnya seorang bapak-bapak teriak dengan hebohnya, dilarang duduk di atas perahu katanya, sambil mengacung-acungkan jarinya, yang sukses bikin kami lari terbirit-birit sambil nyengir-nyengir.


Seiring dengan tuntasnya perjalanan petang itu, sebuah PR masih menunggu kami. Menyetir pulang selama 2 jam, pemirsa! Dan untuk pertama kalinya selama saya hidup, saya bersyukur sekali dilahirkan sebagai perempuan, hihi. Let the boys handle such thing! Saya tinggal duduk, nyemil, ngobrol, tewas, bangun-bangun sudah sampai hotel. Tapi berhubung sialnya saya kebelet pipis, akhirnya saya malah jadi tidak bisa tidur.

Di tengah jalan kami sempat kelimpungan, tak tahu arah pulang. Maklum, sudah gelap dan kami sudah berputar-putar seharian tadi. Akhirnya saya didaulat lagi untuk kembali memikat abang-abang, bertanya jalan pulang. Abang-abang itu pun tak sanggup menahan pesona saya dan akhirnya membocorkan jurus pamungkasnya. Katanya, kalau mau sampai ke kota, ikutin saja tiang listrik di pinggir jalan, itu pasti jalan utama ke kota. Dan benar loh, berbekal petuah si abang-abang, perjalanan pulang kami lancar car carrrr tanpa nyasar lagi.

Sungguh advice yang luar biasa sekali saudara-saudara, kami sampai sembah sujud ke abang ini. Nih abang, jurusnya ngalah-ngalahin tips and trick-nya Lonely Planet. Dan ini adalah pelajaran kelima yang kami pelajari di Belitung, sekaligus yang paling cihuy.

Sampai di kota, berhubung kami sudah keburu busung lapar, gak ada waktu lagi untuk hunting resto-resto enak, dan ini malam minggu lohh pliss deeh, mau liburan sampai ujung pulau juga yang namanya anak muda harus tetap eksis. Akhirnya kami ke pantai Tanjung Pendam lagi, tapi kali ini agak naik kelas sedikit, bukan nongkrong di warung tapi di café. Sebenarnya bukan menunya, atau lokasinya, yang bikin kita tertarik singgah, tapi karena ada live musicnya. Dan pemain gitarnya ganteng, hehe.

Nama cafénya Kareso. Makanannya standard lah, harga so-so, tapi itu performance band-nya bener-bener cendol ijo, gan. Lagu-lagunya asoy, aransemennya pas, dan suara vokalisnya, – sebagai sesama biduanita meskipun aye cuma penyanyi dangdut panggilan dari kampung ke kampung skala ecek-ecek, saya tahu persislah kualitas suara mereka, keren! Yang ngerusak suasana cuma ini penonton-penonton yang terlalu pede terus sok-sokan nyumbang lagu. Sungguh antiklimaks. Kami langsung bubar jalan.

Nah, burung irian burung cendrawasih. Cukup sekian dan terima kasih. Tunggu kelanjutan petualangan kami di episode Day-3 yahhhh :)


...


Note:
1. All pictures copyright Hadi Firdausi, Maidy Putra, dan Eva Bachtiar.

2. Baca juga petualangan sebelumnya di hari pertama di Halo Belitung - Day 1.

2 comments:

Belitung Banget said...

dear Mbak Eva/blog owner,

Terimakasih atas kunjungannya ke Belitung. Sekedar komplen dikit hehehe Gantong, Manggar dan Kampit yg diceritakan di day 2 sebetulnya berada di wilayah timur , jadi perjalannya ke arah timur bukan barat ...
Maaf komen gak penting yah, overall mantap ceritanya...

Salam
Teddy A
belitungbanget.com

eve said...

Eh salah yah? Hihi.. Maap, maklum agak2 disorientasi arah nih anaknya. Terima kasih koreksinya! :)