Tak terasa sudah memasuki hari keempat kami di Belitung.
Ritme liburan yang santai benar-benar membuai kami si anak hutan yang jarang
bertemu pantai ini. Masih terbayang-bayang kenikmatan kopi hitam yang kami
minum kemarin di Warung Kopi Ake, akhirnya pagi ini kami kembali lagi kesana
dengan menu yang sama. Yup, tentu saja termasuk telor setengah matang yang
katanya bisa menambah stamina lelaki itu, hmmm..
Yang agak beda kali ini adalah sarapannya. Tersebutlah
sebuah warung di Belitung yang namanya sudah tersohor ke penjuru negeri. Namanya
Mie Atep Belitung, lokasinya di tepi jalan protokol. Bentuknya mie rebus dengan
kuah berbumbu dasar udang, dilengkapi potongan kentang, tahu, daging ayam, dan
emping.
Konon sudah banyak artis yang kesini, terbukti dari foto-foto seleb
yang dipajang di sepanjang dinding warung. Makanya waktu kami makan disini,
saya sebenarnya agak-agak bingung, kok pemilik warung gak nawarin saya buat
foto bareng yah? *minta digorok
Baiklah, perut kenyang, hati senang, mari kita
berangkaat!
Agenda hari ini adalah ke pantai Tanjung Tinggi, lokasinya
tidak jauh dari Tanjung Kelayang, pantai yang masih menawarkan pesona batu-batu
raksasa sebagai daya tarik utamanya. Kalau ingat adegan di film Laskar Pelangi,
tempat bocah-bocah tersebut berlarian dengan dramatisnya di antara batu-batu
keren (dan saya ingat waktu nonton adegan itu, saya bersumpah suatu hari harus
melihat sendiri batu-batu itu), disinilah pantai tempat adegan tersebut di-shoot,
dan karena itu juga pantai ini di-klaim sebagai pantai Laskar Pelangi.
Tadinya kami sih tidak expect sesuatu yang berbeda
dengan pantai-pantai lain, tapi begitu kami sampai disini, it’s just
magnificent brader.. Pantai yang keren, pasir putih dan halus, dengan batu-batu
menjulang disana-sini, memagari air laut warna biru zamrud yang menenangkan.
Batu-batu disini tak terhitung jumlahnya, berserakan dengan pose yang eksotis.
Pantai ini juga sepertinya merupakan pantai paling ramai yang kami temui sejauh
ini, entah karena reputasinya sebagai pantai Laskar Pelangi, entah karena ini
hari Minggu, entah karena pantainya memang pewe buat liburan keluarga, atau
karena mereka tahu bakal ada artis yang datang jauh-jauh dari Papua hari ini
*ehem ehem *kibas poni.
Sayangnya oh sayangnya, di batu-batu langka yang tak
akan ditemukan di belahan dunia lain inilah, tercoret beraneka tulisan-tulisan
norak yang sungguuh tidak sedap dipandang. Masih mending kalau dicoret ala
grafiti yang keren gitu yah, ini mah beneran coret-coret gak jelas khas anak
baru puber gitu. Sediiiiih rasanya melihat betapa anak-anak muda kita
kadang-kadang gak tahu betapa beruntungnya mereka dikaruniai Yang Kuasa surga
landscape sebegitu indahnya, dan justru malah merusaknya dengan tangan mereka
sendiri *mellow mode ON.
Nah, jadi apa acara paling pas buat tiga turis keren
di pantai yang cihuii ini? Tidak lain dan tidak bukan adalah membuka sesi
curhat saudara-saudara (ngooook)! Setelah dehidrasi karena terlalu nafsu
berfoto-foto, duduklah kami bersantai di bale-bale kayu, di bawah jejeran
pohon, dan memesan es kelapa muda segar (yang gak tanggung-tanggung, disajikan si ibu bukan pakai mangkok, bukan pakai gelas, tapi pakai baskom,
bujubuneeeng!).
Ditemani angin pantai yang bertiup sepoi-sepoi, mengalirlah curhatan
melankolis yang sebaiknya tidak dibocorkan disini karena bakal bikin yang
empunya curhatan bunuh diri kalau sampai diungkit-ungkit lagi, haha. Tapi
pelajaran pertama yang kami pelajari hari ini adalah cara paling ampuh buat
mengorek-ngorek cerita adalah dengan kombinasi pantai yang romantis, es kelapa
muda, dan angin laut. Cateeeet.
Menjelang senja, saat matahari mulai menggeliat malu-malu dan
semua curhatan sudah habis dikorek, kami lalu beranjak ke bagian pantai yang
agak ke barat, menjauhi keramaian. Langit dan awan yang sedang bersahabat bikin
sunset sore itu super kereen. Semburat merah ungu yang melatarbelakangi pantai
dengan perahu-perahu yang ditambatkan. Juara.
Malamnya kami pulang ke hotel lalu menjemput dua kawan
yang akan bergabung esok, lanjut makan malam sate ayam di warung terdekat.
Berhubung kami libur di saat Euro 2012 sedang berlangsung (yang biasanya saya
sebodo teuing), dan saya liburan bersama dua penggila bola, dan TV di kamar ternyata
hanya menangkap stasiun TV lokal (yang pas acara Euro pakai diacak segala), -
maka malam itu kami keliling Tanjung Pendam berburu café yang bikin acara
nonton bareng.
Akhirnya kami ketemu Café Bunda yang sudah memasang screen besar
di tengah café. Beruntung kami datang sejam lebih awal, karena ternyata ketika
acara tempatnya benar-benar jadi penuh sesak. Selagi dua pria ini heboh nonton
bola, yang saya pikirin sepanjang pertandingan cuma dua hal. Satu, pemain
Portugal ganteng-ganteng. Dua, saya bingung kenapa café ini dikasih nama Café
Bunda.
...
Note:
1. All pictures copyright Hadi Firdausi, Maidy Putra, dan Eva Bachtiar.
2. Baca juga petualangan hari pertama di Halo Belitung - Day 1, hari kedua di Belitung, Negeri Laskar Pelangi - Day 2, dan hari ketiga di Belitung, Surga Warung Kopi - Day 3.
2 comments:
Itu yang kaos merah perasaan ada di mana2 deh. Jalan-jalan mulu.. Ayo sekolahnya dikelarin dulu itu.. :p
Buahaha. Itusssudaaaahhh :p
Post a Comment