Apa yang lebih indah dari rencana liburan yang berjalan manis? Rencana
impulsif tanpa persiapan, yang ternyata juga berakhir manis
tentunya. Ketika saya dan Bayu mengundurkan diri dari sebuah ekspedisi maritim
karena alasan tertentu, kami langsung menyusun rencana bertualang yang lain:
naik gunung Prau.
Seperti biasa, kami berdua adalah tipe pejalan yang tak suka terlalu
merencanakan segalanya dengan detail. Selain rute perjalanan ke lokasi dan browsing harga tiket, kami lebih senang
semuanya berjalan begitu saja, tanpa itinerary,
tanpa banyak basa-basi.
Sore hari pukul 5 kami bertolak dari terminal Lebak Bulus menuju Wonosobo
dengan bus malam PO Malino Putra yang sudah kami pesan sebelumnya. Ternyata sesampainya di terminal, ada banyak PO serupa. Tapi yah namanya terminal, you better watch out sajalah.
Setelah melihat penampakan bisnya, hati kami pun langsung
berbunga-bunga riang gembira dibuatnya. Kursinya sih biasa, tapi hey, ruangan apa itu di belakang? Ada toilet, air panas, kopi,
dan yang membuat jiwa serasa melayang-layang di udara adalah karena ada smoking room-nya! Ini bis malam paling keren sepanjang masa!
Waktunya singgah makan malam, kami dapat jatah makan gratis prasmanan.
Menunya nasi, sayur sop, tahu batu bata, dan telor pucat pasi. Tapi enak loh
rupanya. Ternyata memang tak bolehlah kamu menghakimi sebuah makanan dari
penampakan luarnya saja.
Dan akhirnya, setelah 14 jam perjalanan yang banyak terhambat perbaikan
jalur Pantura dalam rangka perbaikan jalan tahunan menyambut Lebaran, sampai
jugalah kami di Wonosobo! Selamat subuh, kota asri nan menawan hati!
Dari kota Wonosobo, kami harus melanjutkan perjalanan via mikrobus menuju Dieng dengan ongkos 15ribu. Di sini memang belum
ada angkot atau kendaraan umum lainnya. Beruntung kami bertemu dengan abang
kenek yang sangat informatif membagi cerita bagaikan Diengpedia berjalan.
Sepanjang jalan menuju
Dieng, kita bakal dimanjakan oleh pemandangan aduhai dari jejeran gunung-gunung
Sindoro, Sikunir, Prau, dan lain-lain. Duh, rasanya bagai langsung ingin
memanjati gunung-gunung itu, haha.
Selepas setengah
jam perjalanan yang memuaskan mata, sampailah kami di Dieng. Ini landmark Dieng
yang jadi spot wajib berfoto anak-anak kekinian, yang lokasinya tepat di depan
salah satu basecamp pendakian Prau. Kita sudah sampai!
Tepat di depan
landmark, kami menginap di homestay yang berjudul Losmen Bu Djono. Ya memang sih
namanya terdengar agak bagaimana begitu, tapi konon ini homestay strategis yang
sudah terkenal lewat review-review di Lonely Planet.
Losmennya cukup
nyaman. Kamar VIP dibandrol 150 ribu dengan fasilitas kamar luas, TV, kamar
mandi dalam, air panas yang sifatnya wajib di daerah sedingin ini, dan wi-fi
yang setiap hari diganti passwordnya demi kemaslahatan umat. Di bagian depan
langsung ada warungnya juga. Perfect spot!
Mengikuti suara
hati sang perut, kami pun langsung jalan kaki mencari sarapan. Kali ini kami
mencoba kuliner khas Dieng, mie ongklok yang rupanya cara makannya harus disandingkan dengan
sate. Enak enak enak!
Selesai sarapan,
kami berniat istirahat sebentar untuk mengisi ulang energi di tubuh yang sudah
tak muda lagi ini. Tapi begitulah, there is no such thing as quick nap, kami
sukses tertidur hingga bangun saat nyaris senja. Maka mari ngesot ke warung dan
menikmati suasana dengan kentang goreng khas Dieng, kopi panas, susu coklat yang
mengebul, dan rokok sore.
Dan ternyata hawa
dingin memang terbukti secara ilmiah membuat nafsu makan menggelegak secara
kurang ajar. Menjelang malam, kami sudah kelaparan lagi. Maka langkah kaki ini
pun menuntun kami ke tempat yang semestinya, warung nasgor pinggir jalan yang
ditunggui duo abang-abang, yang malam itu mendadak nampak ganteng sekali. Nasi
goreng super pedas di malam nan dingin memang tak pernah salah. Suhu malam itu
14 derajat dan duduk di sebelah kompor tak pernah terasa senikmat itu
sebelumnya.
NB: *photos by Eva
Bachtiar dan Sebastian Bayu
- Cerita rute menuju Dieng, penginapan murah meriah, dan dinginnya Dieng yang merasuk jiwa, ada di sini.
- Cerita tentang jalan kaki ke Candi Arjuna, Candi Bima, serta trekking di Kawah Sikidang, boleh ditengok di sini.
- Cerita perjalanan ke kompleks Telaga Warna, Telaga Pengilon, situs-situs unik, Batu Ratapan Angin yang bikin speechless, serta kisah anak rambut gimbal ada di sini.
- Cerita lengkap tentang Gunung Prau mulai dari rute, trek, lika-liku pendakian, sampai kisah camping di suhu -1 derajat, bisa dibaca di sini.
- Cerita tentang sosok inspiratif yang 4 tahun napak tilas Bung Karno keliling Indonesia, jalan-jalan ke Petak Sembilan yang ciamik, Tuk Bimalukar, dan akhirnya harus pulang, ada di sini.
0 comments:
Post a Comment